Apakah kebahagiaan jiwa berbanding lurus terhadap intensitas tertawa? Apakah semakin sering tertawa, seseorang akan merasakan kebahagiaan jiwa?
Kok saya merasa tidak ya. Kekosongan jiwa tetap saja saya rasakan ketika setiap hari, setiap saat tertawa. Iya, memang senang, tapi setelah itu, yasudah, senangnya hilang berganti kekeringan.
Gak tahu kenapa seperti ini. Mungkin inilah yang membuat sebagian artis lari ke alkohol atau narkoba. Jika kita lihat, artis itu sering sekali tertawa, dan sepertinya hidupnya senang-senang terus. Tapi kenapa masih saja mencari sesuatu yang bisa dianggap menenangkan dan menentramkan hati.
Penasaran kebahagiaan itu seperti apa, saya sedikit googling tentang kebahagiaan,
---
Lalu
bagaimana arti bahagia menurut Islam? Dari Aisyah r.a. Suatu hari, ia
bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, apakah kelebihan manusia
yang satu dibandingkan lainnya?” Rasulullah Saw menjawab, “Dengan
akal.” Aisyah bertanya lagi, “Dan di akhirat?” “Dengan akal juga,” jawab
Rasulullah. “Bukankah seorang manusia lebih dari manusia yang lain dari
hal pahala karena amal ibadahnya?” kata Aisyah.
Rasulullah
bersabda, “Hai Aisyah, bukankah amal ibadah yang mereka kerjakan itu
hanya menurut kadar akalnya? Sekadar ketinggian derajat akalnya,
begitulah amal ibadah mereka dan menurut amal itu pula pahala yang
diberikan Allah kepadanya.”
“Allah
telah membagi akal kepada tiga bagian; siapa yang cukup mempunyai
ketiga bagiannya sempurnalah akalnya; jika berkurang walau sebagian,
tidaklah ia terhitung orang yang berakal,” masih sabda Rasulullah Saw.
Seorang
shahabat bertanya, “Manakah bagian yang tiga macam itu, ya Rasul?”
Rasulullah menjawab, “Pertama,baik makrifatnya dengan Allah; kedua, baik
taatnya pada Allah; ketiga, baik pula sabarnya atas ketentuan Allah.”
Dan
ketika ditanyakan apa arti dan rahasia kebahagiaan, Rasulullah Saw
bersabda, “Bahagia itu ialah tetap taat kepada Allah sepanjang hidup.”
Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan
(iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah
merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi
disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke
penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim
negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi
mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan
menjalankan keyakinan.
---
Oh, jadi pantas saja saya sering tertawa tapi tetap merasa hampa. Lha wong saya tertawa, tapi dengan itu saya jadi melewatkan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk membaca. Saya tertawa, disaat jatah waktu untuk berdzikir. Saya tertawa, tanpa terasa membuang waktu begitu saja. Dan sampai akhirnya tertawa membuat saya lupa merenung, mengabaikan tafakur.
Dan di satu sisi, saya melewati hari tanpa membaca Al-Qur'an setiap
hari. Terbukti bahwa Al-Qur'an memang melembutkan hati. Dalam hari-hari
tanpa membaca Al-Qur'an tersebut, sempat saya berfikir, "ah, tidak
apa-apa hari ini saja tidak membaca Al-Qur'an. besok aja bacanya."
Tapi,
besoknya, saya mengulangi pernyataan diatas, tidak apa-apa, untuk hari
ini saja tidak membaca Al-Qur'an. Dan begitu seterusnya sampai saya
menyadari ada yang keliru.Pelajaran yang didapat, meskipun tidak tahu arti yang dibaca, membaca Al-Qur'an tetap bisa menentramkan jiwa, bisa membantu meredam emosi, serta menguatkan kesabaran, yang berujung pada kebahagiaan. Setidaknya itu yang saya rasakan, :)
Ya, banyak tertawa bukan berarti jiwa bahagia. Karena sejatinya bahagia itu ketika hati terpaut pada Sang Pencipta.
0 komentar