Kita sudah sama-sama sangat mengerti bahwa di kehidupan
sosial kita, ada banyak pertanyaan-pertanyaan umum yang tidak akan ada
habisnya. Seperti misalnya kapan sidang, kapan wisuda, sudah dapat kerja belum,
kerja dimana, kapan nikah, kapan punya momongan, dst, dst. Kalian boleh
menambahkan sendiri daftar pertanyaan dalam hati.
Saya sendiri termasuk orang yang nikahnya lebih akhir
dibandingkan teman-teman seangkatan, jadi sudah tidak terhitung berapa kali
pertanyaan kapan nikah yang saya terima. Setelah menikah, pertanyaan yang saya
terima adalah, “Sudah isi belum?”; “Eh, kok perutnya besar, sudah isi ya?”; “Si
ini sudah isi lho, 3 bulan, kamu kapan?”, “Nikahnya kapan sih, kok sekarang
belum isi, lama juga ya.” Jujur, saya jauh lebih kuat menghadapi pertanyaan kapan
nikah dibandingkan dengan kapan punya momongan. Kenapa? menikah itu, bisa kita
usahakan sekaligus kita rencanakan mau nikah kapan, dengan ijin Allah swt.
Misal kita sudah berusaha, ketemu jodoh, kita bisa merencanakan mau nikah bulan
apa tahun berapa. Jadi ketika ditanya, kita masih bisa jawab, insyaallah bulan
ini tahun ini. Kalaupun belum ketemu jodohnya meskipun kita sudah berusaha,
bisa dijawab, nanti kalau ketemu jodoh, atau apalah yang memungkinkan kita
belum menikah.
Kalau punya momongan, kita hanya bisa mengusahakan tanpa
bisa tahu pasti kapan diberikan momongan oleh Allah swt. Bahkan terkadang, yang
suaminya normal, istri juga normal secara medis, masih belum punya momongan,
padahal mereka sudah berusaha. Kalaupun hasilnya belum ada, mereka bisa apa?
Jadi gimana bisa mau jawab pertanyaan kapan punya momongan, mereka sendiri
tidak tahu kapan dan sebenarnya juga mendambakan.
Saya ada teman, yang cerita kalau dia sampai tidak mau
keluar rumah karena dikomentari oleh tukang sayur yang sering lewat di depan
rumahnya, "kok nggak hamil-hamil sih." Saya tidak tahu teman saya ini
sudah menikah berapa lama, karena saya tidak mau bertanya hal yang mungkin
sensitif. Yang pasti komentar tsb membuat teman saya sangat tidak nyaman sekali
dan yang pasti... sedih.
Untuk kita semua, sama-sama berusaha jaga omongan yaa,
daripada menanyakan hal-hal yang merupakan rahasia ilahi, mending kita doakan
dengan sepenuh hati. Kalau mau membantu boleh, membuat sedih jangan.
Tulisan ini terkhusus sebagai pengingat untuk
saya yang ngomongnya sering pedes.
0 komentar