Kesan Film Perahu Kertas

By norma - 9/02/2012 01:30:00 PM


Udah banyak ya yang menulis review Film Perahu Kertas, adaptasi dari novel Perahu Kertas karya Dewi “Dee” Lestari. Saya berkesempatan nonton film ini hari selasa 28 Agustus kemarin. Sempet khawatir gak bisa nonton, karena keburu ditarik dari bioskop, eh ternyata yang nonton masih penuh juga padahal udah diputer selama 12 hari. Hm, cukup betah di bioskop ya, mengingat film ini tayang perdana tanngal 16 Agustus. Dan sepertinya sampai hari ini juga masih eksis, :)

Saya tidak akan menceritakan bagaimana kisah di dalam Film Perahu Kertas. Ceritanya kurang lebih sama seperti di novelnya, jika ada yang belum tahu, bisa dibaca di sini. Saya hanya ingin membagi kesan setelah menonton visualisasi Perahu Kertas.

Pertama. Terasa sekali Radar Neptunus dan pelantikan Agen Neptunus. Di novel saya gak begitu ngeh lho mengenai lantik melantik agen neptunus ini. Pemeran utama dalam cerita adalah Kugy, dia dianggap aneh oleh orang-orang yang merasa waras disekitarnya. Ya gimana gak aneh, habis Kugy senang banget membuat surat yang dibentuk menjadi Perahu Kertas, untuk kemudian dihanyutkan di aliran air mana saja, dengan anggapan bahwa perahu kertas yang berlayar ini akan sampai kepada Raja Neptunus Penguasa laut. Jadi Kugy mentahbiskan diri sebagai agen raja Neptunus di Bumi. Makanya, dalam mencari inspirasi (bahkan mencari orangpun) Kugy sering meletakkan tangan diatas kepala menyerupai radar, berharap radar tersebut sampai ke raja Neptunus, dan dapat deh inspirasinya. Radar dan Agen Neptunus ini seperti menjadi icon dari film, dan mungkin karena saking bagusnya penggambaran di dalam film, tidak sedikit dari penonton yang kemudian mengaku menjadi Agen Neptunus dan bergaya dengan memasang Radar.


Kedua. “Karena bersama kamu, aku tidak takut jadi pemimpi.” Kalimat Kugy yang ditujukan untuk Keenan ini, istilahnya, gue banget. Huaaa, saya juga ingin menemukan sosok kamu yang bisa membuat saya tidak takut lagi menjadi seorang pemimpi, yang selalu mendukung mimpi-mimpi saya yang mungkin kata orang lain sepele dan gak penting, serta akan siap sedia membantu untuk mewujudkannya. Ah, semoga saya bisa menemukannya. *berdoa


Ketiga. Kuny, Keenan, dan Remi tahu apa yang mereka mau, dan mereka mau menjadikannya nyata, meskipun ada banyak hal yang bisa membuat mereka menyerah. Ah ya, saya juga ingat perkataan Keenan terhadap Kugy, bahwa batas antara menyerah dan realistis adalah tipis. Setuju dengan kalimat Keenan? *ngangkat alis

 Kugy senang menulis dongeng



 Keenan suka menggambar


Keempat. Perkataan Keenan, “Pada akhirnya kita juga tahu kok, mana yang diri kita sebenarnya, dan mana yang bukan kita sebenarnya.” Ya, sering kali kita dituntut untuk berbuat seperti layaknya kebanyakan orang, seperti apa kata mayoritas orang, sesuai lazimnya kebiasaan yang berlaku di masyarakat, sampai terkadang mengacuhkan kata hati sendiri. Namun sebenarnya kalau mau jujur, kita bisa menilai, apakah yang kita lakukan merupakan keinginan tulus diri sendiri atau cuma ngikutin orang lain. Disini point yang saya tangkap, kita perlu jujur terhadap diri sendiri.

 “Pada akhirnya kita juga tahu kok, mana yang diri kita sebenarnya, dan mana yang bukan kita sebenarnya..."

Kelima. Saya suka soundtrack-nya. Lagu-lagu yang melatarbelakanginya, menurut saya tidak seperti soundtrack film kebanyakan. Selain karena begitu bisa mewakili isi cerita, juga karena lirik dan lagu yang indah.

Kesimpulan saya, benar kata Dee, bahwa meskipun film-nya agak sedikit berbeda dengan novel, namun spirit dari film ini tetap sama. Spirit sama.

1 September 2012 06:10 di kamar rumah.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar