Arti Bahagia

By norma - 3/14/2014 07:07:00 AM

Hi. Selamat pagi. Bagaimana dengan kegiatanmu subuh ini?

Aku? Masih bergeming. Masih mencerna apa yang terjadi semalam: bahwa diantara hiruk pikuk pasar malam, aku tidak merasakan kegembiraan yang mereka ceritakan.

Kata mereka, melihat pertunjukan badut disudut sana dijamin membuatmu tertawa; Mendengarkan suara melengking penyanyi di panggung utama, berjoget mengikuti irama, bisa menghilangkan himpitan beban; Menonton film di bioskop sebelah kiri panggung bisa membuat takjub, haru, dan menyunggingkan senyum bahkan pada saat bersamaan. Begitu komentar orang-orang. Sepertinya ketika menceritakan film-film yang mereka tonton, ada rasa bangga didalamnya, bangga menjadi bagian orang-orang keren karena sudah menonton film bergengsi didunia dengan bintang-bintang papan atas.

Ada juga aksi pesulap yang mengejutkan. Decak kagum penonton tak pernah putus selama pertunjukan berlangsung. Dan dipojokan terjauh dari gerbang pasar malam, ada undian lotre yang konon bisa membuat bahagia dalam semalam saja.

Setelah mendengar cerita ini, menjelang malam aku sudah berdandan. Bersiap ke kota mengunjungi pasar malam. Katanya dengan berdandan, setiap perempuan akan merasa cantik. Dandan adalah identitas perempuan masa kini. Ia akan mendapat pujian dari setiap laki-laki yang melihat, disertai tatapan iri dari perempuan-perempuan. Bukankah itu sangat mengasyikkan?

Malam tiba. Aku berangkat ke kota.

Pasti ada yang salah dengan diriku.
Dimana tatapan perhatian laki-laki? aku memperhatikan setiap laki-laki yang berpapasan denganku sepanjang jalan juga yang duduk-duduk di kafe-kafe pinggir jalan. Tidak ada satupun dari mereka yang memperhatikanku! Make up, pakaian, sepatu, dan perhiasan yang kukenakan padahal sudah berharga mahal. Kualitas nomor satu. Tidak ada pujian. Bahkan sekedar melirik pun tidak. Dan, dimana tatapan iri para perempuan? Mereka justru tertawa riang, bergerombol sesama perempuan, sepertinya menemukan sesuatu yang seru untuk dirumpikan. namun kali ini aku tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan mereka.

Dulu aku sering berkumpul bersama perempuan-perempuan sebaya, memperbincangkan sesuatu, kemudian tertawa. Tapi aku hanya ikut-ikutan tertawa agar dianggap mengerti pembicaraan dan menghormati suasana. Tidak elok rasanya jika aku memperlihatkan dahi berkerut sementara yang lain terbahak.

Nah, kan. Pasti ada yang salah dengan diriku. Kenapa aku tidak bisa tertawa riang sendiri? Aku tidak mengerti apa yang mereka tertawakan.

Dan malam tadi, semua arena pasar malam sudah kujelajahi.

Ya, pasti ada yang salah dengan diriku.

Aku tidak menemukan kebahagiaan seperti kata mereka. Bukan, bukan kesenangan seperti itu yang kucari. Aku memang akhirnya hanyut pada hingar bingar: tertawa, terkejut, terharu.

Namun jauh dilubuk hati, sepi.

Aku rasa arti bahagiaku berbeda.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar